DARIACEH: Taman Ghairah adalah nama asli dari Taman Putroe Phang. Bukan hanya gunongan, Taman Ghairah pada masa Sultan Iskandar Muda penuh dengan berbagai macam bunga-bungaan dan buah-buahan. Mengalir sungai Darul ‘Ishki yang airnya bisa langsung diminum.
Sungai Darul ‘Ishki kini berganti nama dengan Krueng Daroy.
Dalam riwayat Bustanu’s Salatin yang dikomparasi dengan sumber lainnya, Sultan Iskandar Muda memerintahkan para utoh (arsitek) membuat Taman Ghairah untuk mengobati kerinduan Putri Kamaliah (Putroe Phang) kepada Negeri Pahang.
Negeri yang terkenal dengan perbukitan dan bustannya.
Ribuan rakyat Aceh ikut datang dengan membawa kapur barus putih untuk membantu pembuatan Taman Ghairah.
Para utoh pada masa Iskandar Muda lalu merancangnya berbukit-bukit. Iidentik dengan tanah kelahiran Putroe Phang.
Luas bustan tersebut dalam beberapa riwayat adalah 1000 Depa.
Depa adalah ukuran yang berasal dari Melayu kuno. 1 Depa sama dengan satu rentangan tangan dari kiri ke kanan. Biasanya satu Depa hampir sama dengan tinggi tubuh seseorang.
Bila tinggi rata-rata laki-laki Aceh dahulu adalah 160-170 centimeter (Cm), maka 1 Depa kira-kira 160 Cm.
Bisa diperkirakan luas Taman Ghairah adalah sekitar 160.000 Cm atau 1.600 meter. Setara 1,6 kilometer (Km).
Di bustan itu ada berbagai macam bunga-bungaan dan aneka buah-buahan. Iskandar Muda membuat Taman Ghairah dengan batu yang dirapatkan dari batu kapur yang menyerupai perak.
Pintu Biram Indera Bangsa dari Taman Ghairah menghadap ke istana. Terbuat dari batu, berkubah dan menyerupai kelopak bunga yang bersinar.
More Coverage:
Banda Aceh Tahun 1621 Dalam Gambaran Laksamana Perancis
Darul ‘Ishki
Sungai Darul ‘Ishki ada di tengah-tengahnya. Sultan memugarnya dengan batu hitam. Begitupula anak tangga yang ada di arah ke hulu. Terikat dengan tembaga berlapis emas.
Mata airnya berasal dari gunung Jabalu’ A’la. Sangat jernih dan sejuk. Keluarnya dari batu hitam.
Karena itu pula dalam beberapa riwayat, mereka yang meminum air dari Darul ‘Ishki akan sehat tubuhnya.
Sultan dan Putroe Phang biasa langsung meminumnya.
Pada Darul ‘Ishki juga ada sebuah jembatan dengan gelar Rambut Gemalai. Terhias batu dengan berbagai warna di kedua sisinya.
Jembatan itu menghubungkan ke tengah-tengah Darul ‘Ishki yang terdapat sebuah pulau kecil bernama Sangga Marmar.
Tempat Iskandar Muda membangun pemandian Sangga Sumak. Bak air mawarnya wangi semerbak. Tutup dan kelah terbuat dari perak. Sedangkan charaknya berwarna putih.
Di sekeliling pulau Sangga Marmar terdapat batu mengapung dan karang berbagai warna. Ornamen pulau itu terlalu elok rupanya. Putih warnanya seperti kapur barus.
More Coverage:
Tekanan Politik & Terbakarnya Istana Kerajaan Aceh
Menara Permata
Menyeberang dari Sangga Marmar terdapat taman yang luas. Di tengah-tengahnya ada gunongan yang di atasnya bisa menjadi tempat bersemanyam.
Gunongan Menara Permata. Tiangnya terbuat dari tembaga dan atapnya dari perak seperti sisik rumbia. Bila kena matahari cemerlanglah cahayanya itu.
Di dalamnya menyerupai istana masa Nabi Sulaiman as. dan istana orang Yaman. Pada gunongan itu juga ada gua. Pintunya bertingkap perak.
Di atasnya terdapat tanaman dari berbagai jenis bunga-bungaan, seperti chempaka, mawar merah dan putih. Ada pula bunga serigading.
Kandang Bagianda
Di sisi gunongan itu, terdapat Kandang Baginda yang terbuat dari batu putih dengan ukiran berbagai warna.
Kandang Baginda adalah komplek pemakaman keluarga sultan Kerajaan Aceh. Di sana terdapat makam Sultan Iskandar Muda (1607-1636), Sultan Iskandar Tsani (1636-1641) dan istrinya Sultanah Ratu Safiatuddin (1641-1670).
Tsani adalah menantu Sultan Iskandar Muda, anak dari Putroe Phang. Suami dari Tajul Alam yang kemudian terkenal dengan nama Sultanah Ratu Safiatuddin.
Para keluarga dan peziarah di Kandang Baginda senantiasa bershalawat kepada Nabi Muhammad Saw. sebelum memasukinya.
Di dalamnya terdapat beberapa batu putih Belazuwardi. Orang Turki yang membuatnya.
Beberapa tiang menopang bangunan Kandang Baginda. Tiang-tiang itu bernama Tamriah, Naga Puspa, dan Dewadaru. Terbuat dari kayu Jentera Mula. Atapnya dua lapis. Satu lapis dari papan berwarna nilam.
Satu lapisnya lagi warna hijau seperti zamrud. Puncaknya dari perak. Di depannya ada Balai Gading. Tempat kenduri.
Di dekatnya ada juga balai rekaan china. Ukirannya berupa hewan-hewan margasatwa dengan tiang melilit. Di hadapan balai itu ada batu berturap.
Di seberang sungai Darul ‘Ishki ada pula Masjid Ishki Mushahadah yang sangat indah. Puncaknya dari emas. Mimbarnya dari batu berukir dengan cat aneka warna.
Taman Grairah juga ditanami dengan berbagai macam bunga-bungaan, seperti segala jenis mawar, chempaka, kenanga, melor, pekan, seberat, kembang satu tahun, seri gading, metia tabor, lawa-lawa, pachar galoh, jenis-jenis anggrek, dan berpuluh-puluh jenis bunga-bungaan lainnya.
Ada juga tanaman buah-buahan, seperti buah serbarasa, tufah, anggor, tin, delima, manggista, rambutan, tampoi, durian, langsat, jambu, ranum manis, setul kechapi, chermai, binjai, rambai, chempedak, dan banyak tanaman buah-buahan lainnya.
Ekskavasi Arkeologi
Sebuah sumber dari Batas Ilmu mangarah kepada ekskapasi arkeologi, yaitu peggalian kepurbakalaan pernah dilakukan di sekitar Taman Putroe Phang tahun 1976. Prof. Hasan Muarif Ambary, seorang arkeolog muslim memimpin ekskavasi dari Direktorat Purbakala waktu itu.
Hasilnya sungguh mencengangkan. Kepingan-kepingan emas dan keranda berlapis emas menjadi temuan yang menjadi bukti kejayaan Aceh masa Sultan Iskandar Muda hingga Sultanah Ratu Safiatudin.
Hasil dari ekskavasi itu sebagian lalu disimpan di Meseum Nasional Indonesia di Jakarta dan sebagian lagi di Museum Aceh.