Teuku Umar mulai khawatir dengan kesehatan Ny. Hansen, istri dari seorang pelaut berkewarganegaraan Dermark yang terbunuh dalam perang Aceh. Umar berusaha benar agar ia bertambah sehat. Bahkan Ny. Hansen digotong menggunakan tandu saat Umar memerintahkan membawanya ke wilayah pedalaman.
Hok Canton
Ny. Hansen adalah keturunan Amerika berkebangsaan Denmark. Mengikuti kewarganegaraan suaminya Hansen, kapten kapal Hok Kanton berbendera Belanda yang berusaha menjebak Umar dalam perdagangan lada.
Tetapi Teuku Umar adalah seorang pejuang yang cerdas. Sebenarnya Roura, kapten kapal The Eagle telah memperingatkan Umar tetang rencana Hansen untuk menjebaknya. Namun, Umar saat itu tidak memperlihatkan reaksi apa-apa karena tau Roura “setali tiga uang” dengan Hansen.
Pada 13 Juni 1886, ketika kapal Hok Canton tiba di Ruegaih, Hansen bertransaksi lada dengan Umar. Seluruh lada dimuat ke kapal milik Hansen itu. Tetapi ia tidak mau membayar lada tersebut bila Umar tidak datang langsung ke kapal Hok Canton.
Umar mulai curiga dan mengatur siasat dengan meminta para pejuang Aceh menyusup ke Hok Canton. Saat ia tiba, Hansen mulai berdalih tidak mambayar dan hendak menangkap Umar. Tetapi pejuang Aceh yang tadi menyusup ke Hok Canton telah terlebih dahulu melumpuhkan seisi kapal.
Hansen sudah diultimatum untuk menyerah, tetapi ia bersama istrinya memilih menceburkan diri ke laut dan hendak melarikan diri. Pejuang Aceh lalu mengejarnya dan meminta ia menyerah. Tetapi ia tidak mengindahkannya dan mati tertembak. Sedangkan istrinya, Ny. Hansen selamat dan menjadi tawanan pejuang Aceh.
Belanda berusaha untuk membalas. Namun, perang Aceh bukanlah hal mudah bagi mereka. Terbukti dengan kematian kapten kapal Devonhurst, Scheepsma dan beberapa perwira lainnya. Hal ini tertera dalam laporan ekspedisi Belanda di Rigas. Pada 22 Juni, Zeemeeuw masuk ke pelabuhan Ulee Lheu dengan bendera setengah tiang karena membawa mayat Scheepsma.
Belanda yang kehabisan akal berusaha menghancurkan Reugaih dengan bombardemen kapal perang. Tetapi Umar mengirim maklumat bahwa perbuatan itu bisa berakibat pada hukuman mati bagi para tawanan. Belanda lalu mengurungkan niatnya.
Selain Ny. Hansen, para pejuang Aceh juga menawan John Fay, berkewarganegaraan Inggris.
Wanita Amerika
Kisah Umar memperlakukan wanita asal Amerika ini jarang terungkap dalam sejarah. Umar diketahui memperlakukannya dengan sangat terhormat. Ketika eskalasi konflik semakin meningkat, ia memerintahkan seorang panglimanya untuk membawa Ny. Hansen dan John Fay ke pedalaman.
Perlakukan khusus ia berikan kepada Ny. Hansen. Ia bahkan ditandu oleh para pejuang Aceh. Umar khawatir karena jiwanya tidak stabil akibat kematian suaminya.
Di pedalaman, kebutuhan Ny. Hansen sangat ia perhatikan. Bahkan Cut Nyak Dhien turun langsung untuk melayaninya. Hal ini untuk menghindari kemungkinan Ny. Hansen diganggu oleh pejuang Aceh yang tidak disiplin.
Karena melihat cara Umar memperlakukannya dan John Fay dengan terhormat, Ny. Hansen sampai berujar, “Saya merasa lebih nyaman bila Umar ada di sini.”
Di wilayah pedalaman, Umar menyuruh Ny. Hansen untuk menulis surat yang menyatakan ia akan bebas bila Belanda mengirim uang tebusan sebesar 40 ribu Dollar. Umar lalu berusaha keras agar perundingan pembebasan Ny. Hansen dan Joh Fay dapat berjalan lancar.
Pemberitaan Media
September 1886, Ny. Hansen dan John Fay akhirnya bebas setelah Belanda membayar uang tebus senilai 25 ribu Dollar. Pembebasan ini juga harus ditanggung Umar dengan perasaan sedih karena tewasnya Teuku Said Putih di penjara Belanda.
Teuku Said Putih adalah seorang tokoh terkemuka dan berpengaruh yang telah 10 tahun menetap di Penang.
Setelah bebas, Ny. Hansen lalu membantah kecurigaan ia diganggu oleh Umar dan bawahannya. Ia menulis surat panjang lebar tentang sikap kesatriaan Umar dan istrinya, Cut Nyak Dhien.
Ny. Hansen mengatakan, “Teuku Umar behaved himself throughout as a gentleman.” Ia menyebuat Teuku Umar sebagai pria yang berperilaku sangat terhormat. Harian Belanda di Medan, de Deli Courant menulis laporan resmi mereka bahwa, “Para tawanan dilayani dengan bagus.”
Peristiwa Hok Canton lalu menjadi catatan sejarah Perang Aceh yang menaikkan gengsi Umar di mata internasional. Seorang mayor Belanda, L. W.A Kessier malah ikut memuji Umar dengan mengatakan, “intellegente en zeer beschaafde Atjeher,” atau “orang Aceh yang cerdas dan paling sopan.”