DARIACEH: Dua tahun memerintah, Nurul ‘Alam meninggal dunia pada 23 Januari 1678. Tekanan politik dan perebutan kekuasaan mengawali pemerintahannya. Bahkan Masjid Raya Baiturrahman dan seluruh istana Kerajaan Aceh yang mencapai puncak kejayaannya pada masa Sultan Iskandar Muda habis musnah terbakar.
Setelah masa pemerintahan Taj al-‘Alam yang bergelar Sultanah Ratu Safiatuddin, tidak ada lagi pemerintahan Kerajaan Aceh yang stabil. Masa-masa sesudahnya, pemimpin perempuan lebih banyak mendominasi pemerintahan.
Ketika Sultanah Ratu Safiatuddin wafat pada tanggal 23 Oktober 1675, Nuru’l Alam naik mengambil tahta kepemimpinan.
More Coverage:
Pocut Meurah Intan, Bukan Perlawanan Biasa Kesultanan Aceh
Naiknya Nurul ‘Alam sebenarnya atas dorongan ingin menghentikan pertikaian dan perebutan kekuasan diantara mereka yang menganggap dirinya pewaris sah tahta Kerajaan Aceh.
Tetapi mereka kemudian hanya bisa bersepakat untuk mendorong Nurul ‘Alam menggantikan Sultanah Ratu Safiatuddin. Nurul ‘Alam sendiri juga merupakan putri dari Sultan Iskandar Muda.
Tiga Sagi
Nuru’l Alam sepertinya kurang memiliki bakat kepemimpinan. Dua tahun kepemimpinannya, ia hanya bertindak sebagai seorang sultanah lambang.
Pemerintahan sehari-hari Kerajaan Aceh dijalankan oleh tiga Sagi yang sudah ada sejak pemerintahan Sultanah Ratu Safiatuddin. Tetapi bedanya, Sagi pada masa Sultanah Ratu Safiatuddin berfungsi untuk memperkuat kedudukannya.
Dalam Hikayat Aceh yang tersimpan di Inggris, Sagi terbentuk karena sultanah membutuhkan jaminan dukungan selama menjalankan tampuk kerajaan. Van Lagen yang menulis buku, De Inrichting van het Staatsbestuur/onder het Sultanaat, dari buku Aceh Sepanjang Abad, H Mohammad Said memberi penyataan serupa.
Menurut Van Lagen, Sultanah Ratu Safiatuddin ingin meneguhnya pengaruhnya atas para pembesar Kerajaan Aceh.
Tidak mengherankan, awalnya, keberadaan Sagi menurut Thomas Braddell, penulis On the History of Acheen, sebagai kemajuan konstitusional (proof of internal improvement). Di Eropa sendiri sistem seperti ini malah baru ada di Inggris.
Sedangkan pada masa Sultanah Nurul ‘Alam, Sagi juga punya kewenangan untuk menentukan seorang sultan atau sultanah. Sagi juga mempunyai kekuasaan penuh atas wilayah yang mereka pimpin.
More Coverage:
Kisah Cinta Ratu Safiatuddin dan Tsani di Kerajaan Aceh
Tiga Sagi itu yaitu, Sagi pertama bernama 22 Mukim, Sagi kedua 26 Mukim, dan Sagi ketiga 25 Mukim. Panglima Polem adalah panglima Sagi pertama.
Dalam sejarah Aceh yang ditulis Veltman, para Uleebalang memimpin setiap mukim.
Terbakarnya Kerajaan Aceh
Terbakarnya istana dan Masjid Raya Baiturrahman menjadi misteri para peneliti sejarah. Beberapa teori konspirasi politik muncul. Apalagi naiknya Nurul ‘Alam tidak terlepas dari pertikaian politik.
Belum lagi soal bertambah luasnya kekuasaan seorang Panglima Sagi yang menjadi penentu siapa sultan dan sultanah berikutnya.
Apalagi sumber api yang membumbung hingga membakar seluruh isi istana tidak pernah terkonfirmasi dari mana asalnya. Dimana seluruh harta kerajaan yang tidak ternilai harganya musnah menjadi abu. Termasuk barang-barang pusaka purbakala.
Dalam catatan Dagh-register bertanggal 11 Desember 1677, Sultanah Nurul ‘Alam sangat menderita akibat kebakaran besar yang terjadi di istana dan Masjid Raya Baiturrahman. Padahal, kapal-kapal dagang dari Inggris, Denmark, dan juga Banten telah tiba di Aceh untuk misi dagang.
Malah perahu-perahu orang Tionghoa dan Melayu yang membawa emas memilih untuk menyembunyikannya.
Kelak ketika Sultanah Nurul ‘Alam meninggal, panglima Tiga Sagi tetap memilih seorang perempuan untuk memimpin Kerajaan Aceh.