DARIACEH: Lee betah hingga sebulan penuh tinggal di sebuah keluarga Aceh. Padahal saat itu ia bukan seorang muslim. Usianya baru 23 tahun. Lee kini menjabat Vice President Asia-Pacific Hyundai Motor Hongkong. Tradisi Islam dan keakraban dari keluarga Aceh yang ia kunjungi akhirnya membuat Lee berkunjung setiap tahunnya. Kelak ia mantap menjadi mualaf.
Tahun 1989 Lee Kang Hyun menginjakkan kakinya di Aceh untuk pertama kali. Ia rela menempuh perjalanan yang sangat jauh dari negaranya, Korea Selatan.
Baca juga: Pocut Meurah Intan, Bukan Perlawanan Biasa Kesultanan Aceh
Lee sebelumnya bersahabat pena dengan anak Aceh. Pesona dan tradisi keluarga ini membuat Lee muda betah menetap hingga sebulan. Lee mengisahkan bahwa keluarga Aceh memegang kuat tradisi Islam.
Setiap hari Ayah dari sahabatnya itu mengajarkan anak-anak asuhnya mengaji. Mereka hidup dalam kesederhanaan. Ibunya mengurus panti asuhan.
Perilaku dan cara hidup keluarga muslim di Aceh membuat Lee tertarik mempelajari Islam. Di sinilah awal ia mengenal agama ini.
Lee menceritakan kalau ia selalu terbayang dengan keluarga Aceh. Bahkan saat telah kembali ke Seoul, Korea Selatan. Ia pun memendam keinginan kuat bahwa suatu saat bisa bekerja di Indonesia.
Keinginan itu akhirnya diutarakan Lee kepada bosnya saat masih bekerja di Samsung Korea Selatan. Tahun 1993 keinginan Lee akhirnya terwujud.
Pada tahun pertama bertugas di Indonesia, Lee merasakan ada sesuatu yang memisahkan antara dirinya dengan masyarakat Indonesia. Lee akhirnya menemukan jawaban bahwa pemisah itu adalah Islam.
Ia merasakan ada perbedaan yang sangat mencolok antara kehidupan masyarakat Korea dan Indonesia. Di Indonesia menurut Lee, agama adalah bagian dari kehidupan sehari-hari. Beda jauh dengan di Korea dimana banyak orang malah tidak beragama.
Ia akhirnya semakin mantap untuk menjadi mualaf. Tahun 1994, Lee akhirnya mengucapkan dua kalimat syahadat di Masjid Sunda Kelapa.
Saat-saat berat pada awal ia menjadi seorang muslim adalah ketika Lee pulang ke Korea pada bulan Ramadhan. Ada banyak godaan yang ia rasakan saat menjalankan ibadah puasa. Tetapi hal itu mampu ia lalui dengan baik.
Lee bersyukur orang Korea dan Samsung tidak mempermasalahkannya yang kini menjadi mualaf. Malah ia bisa mencapai puncak karir di Samsung Indonesia.
Menikah di Indonesia
Lee sempat mengalami penolakan dari orangtua dari calon istrinya karena ia orang Korea. Namun ia tidak menyerah. Lee membuktikan bahwa dirinya juga seperti orang Indonesia umumnya. Jauh dari stigma negatif.
Orangtua calon mempelai perempuan akhirnya merestui hubungan mereka. Istrinya merupakan seorang mantan pramugari. Gadis berdarah Sunda. Mereka melangsungkan pernikahan pada tahun 1996.
Tahun 2006, Lee bersama istri dan tiga anaknya sempat pindah ke kantor pusat Samsung di Korea. “Saya ingin istri dan anak saya bisa merasakan nuansa tinggal di Korea,” kata Lee dalam sebuah wawancara dengan jaringan media nasional di Jakarta.
Lee kemudian sempat pindah lagi ke Bangladesh. Tetapi tahun 2012 ia kembali ke Indonesia.
Dari Samsung ke Hyundai Motor
Ia adalah sosok yang membesarkan Samsung Indonesia di tengah higemoni merek Nokia pada masa itu. Namanya pun tidak bisa lepas begitu saja dari Samsung.
Tetapi pada tahun 2020 lalu, Lee mantap pindah ke Hyundai. Dalam wawancara dengan sebuah media nasional, melansir Grid.id, Lee sempat menyatakan kekecewaannya kepada Samsung karena lebih memilih berinvestasi di Vietnam ketimbang Indonesia.
Sementara Hyundai menurut Lee mulai serius menggarap pasar otomotif Indonesia. Dalam wawancara virtual dengan Beritasatu Maret 2021 lalu, Lee mengungkapkan, Hyundai berinvestasi 1,5 miliar Dollar AS untuk membangun pabrik di Indonesia. Hal yang belum pernah mereka lakukan sebelumnya.
Dengan investasi sebesar itu, pabrik Hyundai di Delta Mas itu akan mampu memproduksi 150 ribu unit pertahun untuk pasar lokal Indonesia dan Asia Tenggara.
Tetap istiqamah ‘Pak Haji’.