SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

+
ProfilMengupas Kembali Peutuah Abu Tumin tentang...

Mengupas Kembali Peutuah Abu Tumin tentang Malakat Kana Lam Jaroe…

Save

“Tidak ada ilmu yang lebih indah selain ilmu iman.”

— Abu Tumin Blang Bladeh

ADVERTISEMENT

Itu adalah nasehat Abu Tumin Blang Bladeh yang beliau sampaikan kepada kami saat hendak beranjak pulang setelah lebih dari setengah jam bersilaturrahmi ke kediamannya di Gampong Kuala Jeumpa, Blang Bladeh, Kecamatan Jeumpa, Kabupaten Bireuen, Aceh. Nasehat yang akan selalu bersemi di hati kami.

Hari itu kami juga banyak mendapat nasehat lainnya dari Abu Tumin. Seorang ulama salafi kharismatik di Aceh. Murid dari alm. Abuya Syeikh Muda Wali Al-Khalidiy.

Nasehat dan pandangannya begitu menyentuh kami. Tapi beliau tetap saja merendah. Di usianya yang telah lebih dari 80 tahun, beliau nampak sehat dan segar. Pendengarannya masih sangat jelas. Penglihatannya tajam dan pemikirannya pun cukup jernih. Abu Tumin menyambut sendiri kedatangan kami siang menjelang shalat Dhuhur hari itu.

ADVERTISEMENT

More Coverage:

Turki Simpan 154 Korespondensi Aceh-Utsmaniyah, Apa Saja Isinya?

Tentang tidak ada ilmu yang lebih indah selain ilmu iman, beliau menjelaskan bahwa tidak ada ilmu yang dapat mengatur hidup dan kehidupan manusia selain ilmu iman.

“Dan, sebaik-baik ilmu yang dimiliki atas seseorang adalah ilmu yang diperoleh saat di masa didik,” ujarnya.

ADVERTISEMENT

Abu Tumin menjelaskan, ilmu itu awal dari terbentuknya ideologi. Menjadi landasan seseorang saat akan terjun ke masyarakat.

“Semua itu bermula dari ilmu.”

Karena ilmu iman itu pula, dahulu masyarakat Aceh mencapai puncak kejayaannya. Ilmu yang mempersatukan umara dan ulama. Ilmu yang sesuai dengan doa umat muslim sebagaimana tersebut di dalam Alquran, “Rabbana atina fid-dunya hasanatan wa fil ‘akhirati hasanatan waqina ‘adhaban-nar.”

Doa yang mempunyai makna bahwa Islam datang untuk mengatur kehidupan manusia dengan Allah SWT dan kehidupan manusia dengan sesama manusia.

Menurut Abu Tumin, landasan-landasan itu yang dahulu membentuk kerjasama yang erat antara sultan (umara) dengan ulama, hingga kemudian kita mengenal, “Adat bak Poe Teumeruhom, hukom bak Syiah Kuala.”

More Coverage:

Ulama Pemegang Sah Mandat Kesultanan Aceh?

Poe Teumeuruhom atau nama lain dari Sultan Iskandar Muda yang melambangkan sosok umara atau negarawan dan Syiah Kuala sebagai seorang ulama besar kala itu.

Abu Tumin sendiri, dalam bahasa beliau, termasuk sosok ulama yang dalam pergaulannya senantiasa berinteraksi dengan tubuh pemerintah dan keamanan. Tapi beliau sendiri bukanlah orang pemerintah. Hal itu sudah dilakukannya semenjak masih usia muda.

Tentang perkembangan Aceh masa kini, Abu Tumin juga punya pandangannya tersendiri. Menurut beliau, saat ini Aceh belum memiliki seorang panglima yang dapat menyatukan seluruh komponen masyarakat Aceh. Begitupun dengan panglima yang dapat memupuk kembali kesadaran umara atau negarawan dan ulama sebagaimana dipraktikkan pada masa Sultan Iskandar Muda dahulu.

“Ketika umara atau negarawan dan ulama berjalan sendiri-sendiri, maka dengan sendirinya masyarakat juga akan terpecah dan terbagi ke dalam dua kelompok,” tutur Abu Tumin.

“Tapi ketika umara dan ulama sudah memiliki kesadaran untuk bersatu dalam kebaikan, maka ketika muncul suatu keputusan, maka itulah keputusan umara dan ulama. Dengan sendirinya masyarakat juga tidak akan terpecah belah lagi.”

Dalam pandangannya, Abu Tumin menilai, ulama masih cukup mendapat tempat di hati masyarakat Aceh.

More Coverage:

Syiah Kuala Kritik Sikap Fanatisme Ar-Raniry

Tapi, karena belum adanya panglima seperti maksud di atas, masyarakat Aceh kini seperti orang yang tidak tau cara menjaga malakat dan tuah yang dimilikinya.

“Malakat kana lam jaroe, tuah kana bak droe, tapi lagei-lagei hana ta teu’oh peutimang,” tutur Abu Tumin dalam bahasa Aceh.

“Perdamaian dengan segala hal yang melekat di dalamnya, seperti MoU Helsinki dan UUPA adalah salah satu malakat dan tuah yang dimiliki Aceh saat ini.”

Bagaimana cara menjaga malakat dan tuah yang telah dimiliki adalah jalan menuju Aceh yang lebih baik. Apalagi watak masyarakat Aceh dari dahulu sampai sekarang adalah sama.

“Watak masyarakat Aceh sebenarnya dari dahulu tidak pernah berubah. Yang berubah adalah perangainya disebabkan pengaruh budaya global,” tutur Abu Tumin.

Beliau pun kemudian merincikan tiga watak masyarakat Aceh, yaitu: (1) Geumaseh dalam artian hana meuthen memberi sesuatu kepada orang lain; (2) Setia dan; (3) Berani.

Sebagai ulama salafi kharismatik Aceh yang terlahir sejak masa penjajahan, Abu Tumin menilai, ketiga watak itu sebenarnya menjadi landasan bagi kemajuan Aceh.

“Tapi Aceh yang tidak dipecah-pecah ke dalam bagian-bagian kecil, hingga identitasnya hilang,” lanjut beliau.

Abu Tumin termasuk salah satu ulama yang tidak ingin identitas Aceh hilang. Terlebih indatu Aceh dahulu telah berusaha dengan sekuat tenaga untuk menyatukan kerajaan-kerajaan kecil ke dalam Kerajaan Aceh Darussalam.

Apalagi pada masa Turki Usmany, Aceh Darussalam pernah mencatatkan namanya dalam daftar lima besar kerajaan-kerajaan Islam di dunia.

Abu Tumin pun tau benar tentang identitas Aceh ini dan berusaha untuk terus menghidupkannya. Beliau, bersama-sama almarhum Abu Tanoh Mirah yang juga murid Abuya Syeikh Muda Wali Al-Khalidiy aktif memprakarsai dan menghidupkan majelis taklim antar kabupaten di seantero tanah Aceh.

Saat itu dan hingga kini pun, beliau aktif mengajar di majelis taklim dihampir seluruh kabupaten di Aceh. Dari pesisir Timur hingga Barat Aceh. Menjaga dan memperkuat silaturrahmi dengan seluruh komponen masyarakat Aceh.

More Coverage:

Kedatangan Orang Arab Abad 1 H di Aceh [Tashi] Dalam Catatan Tionghoa

Abu Tumin yang memiliki nama lengkap Tgk. H. Muhammad Amin pertama kali belajar agama dari orangtuanya di Blang Bladeh.

Seperti anak-anak lainnya, beliau juga belajar mengaji dari satu teungku kepada teungku lainnya di Aceh hingga kemudian hijrah ke Labuhan Haji untuk belajar pada Abuya Syeikh Muda Wali Al-Khalidiy.

Murid-murid Abuya Syeikh Muda Wali Al-Khalidiy sendiri kemudian banyak dikenal sebagai ulama kharismatik di Aceh, seperti: almarhum Abu Tanoh Mirah, almarhum Abu Aziz (Abon Samalanga), Syeikh Abu Lam Ateuk (Abu Mamplam Golek) dan almarhum Abu Ibrahim Woyla.

Sepulang dari Labuhan Haji, Abu Tumin kemudian meneruskan kepemimpinan Dayah yang ditinggalkan oleh orangtuanya, Tu Muda. Dayah yang kini memiliki nama lengkap Al-Madinatuddiniyah Babussalam, Blang Bladeh, Bireuen, Aceh.

Meski berstatus Dayah Salafiah, tapi, ijazah tingkat akhir yang dikeluarkan Al-Madinatuddiniyah Babussalam telah disetarakan setingkat dengan Aliyah (SMA) berdasarkan surat keputusan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bireuen.

“Kami mendorong para santri untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi,” ungkap beliau.

“Tapi dengan tetap tidak melupakan ilmu iman yang diperolehnya di masa didik, karena itu adalah seindah-indahnya ilmu. Landasan terbentuknya ideologi dan menjadi bekal untuk terjun ke masyarakat.”

Al-Madinatuddiniyah Babussalam adalah dayah salafiah pertama di Aceh yang mendorong para santrinya untuk juga menuntut ilmu di sekolah formal.

“Kala itu beberapa dayah salafiah lainnya masih terkesan tertutup dan agak sukar memberikan izin kepada santri untuk melanjutkan pendidikan ke sekolah formal.”

Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.

ADVERTISEMENT

Related stories:

Kenali Judi Online Modus Top up Pulsa

JAKARTA, Dariaceh.com - Modus judi online (Judol) kini telah merambah hingga ke berbagai platform. Salah satunya berkedok permainan online (game) yang dapat diunduh melalui...

Enam Strategi “All Eyes on Rafah” Indonesia Mendukung Palestina

YOGYAKARTA, Dariacehcom - Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi memaparkan enam strategi Indonesia dalam mendukung kemerdekaan Palestina, “All Eyes On Rafah.""Situasi Palestina semakin memburuk....

Jejak Yahudi yang Dimakamkan di Aceh Setelah 105 Tahun Tewas

"O, God, ik ben getroffen!" Ia berteriak. Nafasnya terengah-engah. Hilang seketika sikap berpongah-pongahnya. By TEUNGKUMALEMI Filed: 1 Desember 2023, 03:09  BANDA ACEH, Pantè Ceureumén Nama belakangnya merujuk pada...

6 Tips Mendidik Anak Menurut Islam di Dalam Surat Luqman

D‌ARIACEH: Anak adalah amanah Tuhan yang dititipkan kepada kita sebagai penerus kehidupan di muka bumi ini. Kehadirannya ke dunia merupakan takdir Ilahi. Karenanya Allah...

Portal Islam Terbaik di Indonesia

DARIACEH: Belajar Islam secara online kini seolah menjadi trend tersendiri untuk sebagian kalangan. Terlebih kini banyak portal Islam berseliweran di internet. Padahal berguru secara...

Seberapa artikel ini bermanfaat bagi Anda?

0 dari 5
 
Dapatkan update artikel pilihan Dariaceh.com dengan bergabung ke Instagram “dariacehcom” dan laman Facebook “Dariaceh.com”.
 
 

Jejak Yahudi yang Dimakamkan di Aceh Setelah 105 Tahun Tewas

"O, God, ik ben getroffen!" Ia berteriak. Nafasnya terengah-engah. Hilang seketika sikap berpongah-pongahnya. By TEUNGKUMALEMI Filed: 1 Desember 2023, 03:09  BANDA ACEH, Pantè Ceureumén Nama belakangnya merujuk pada...

dariaceh

O Allah

Video musik ini dinyanyikan Harris J dengan judul,...

Himne Aceh

Cipt. Mahrisal RubiBumoe Aceh nyoe keuneubah Raja, Sigak meubila Bangsa... Mulia Nanggroe..Mulia dum Syuhada, Meutuah bijèh Aceh mulia...Reff. E Ya Tuhanku...Rahmat beusampoe.. Neubri Aceh nyoe beumulia...Rahmat Neulimpah..Meutuah asoe.. Aréh keu...

Tahayya

“Tahayya” (Bersiaplah) — adalah video musik untuk merayakan Piala Dunia FIFA Qatar 2022, menampilkan Maher Zain dan Humood AlKhudher.

Meudèëlat Tubôh

♫ 𝗟𝗜𝗥𝗜𝗞 ♫𝘚𝘢𝘩 𝘵𝘶𝘣𝘰̂𝘩 𝘯𝘨𝘰̂𝘯 𝘫𝘪𝘩 𝘭𝘢𝘩𝘦́ 𝘚𝘢𝘩 𝘩𝘢𝘵𝘦́ 𝘥𝘪𝘬𝘦́ 𝘣𝘦𝘶𝘴𝘪𝘮𝘱𝘦𝘶𝘯𝘢 𝘚𝘢𝘩 𝘶𝘳𝘢𝘵 𝘥𝘢𝘳𝘢𝘩 𝘪𝘭𝘦́ 𝘚𝘢𝘩 𝘮𝘢𝘵𝘦́ 𝘵𝘢𝘯 𝘭𝘦́ 𝘴𝘰𝘦̈ 𝘴𝘦𝘶𝘳𝘦𝘶𝘵𝘢𝘎𝘭𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘶𝘣𝘶𝘦̈𝘵 𝘯𝘨𝘰̀𝘯 𝘴𝘦𝘶𝘮𝘪𝘬𝘦́ 𝘔𝘶𝘴𝘦𝘶𝘬𝘦́ 𝘱𝘦𝘶𝘨𝘭𝘢 𝘯𝘨𝘰̀𝘯 𝘵𝘢𝘱𝘦𝘶𝘯𝘢 𝘎𝘭𝘢𝘩...

ISLAM

Portal Islam Terbaik di Indonesia

DARIACEH: Belajar Islam secara online kini seolah menjadi trend tersendiri untuk sebagian kalangan. Terlebih kini banyak portal Islam berseliweran di internet. Padahal berguru secara...

Wara Sebagai Syarat Mencapai Kebahagiaan

Wara adalah salah satu jalan untuk mencapai konsepsi bahagia dalam Islam.Secara bahasa wara berasal dari kata "taharruj" yang artinya menjauhi dosa atau berhati-hati. Sedangkan menurut...

Duka Palestina dalam Angka dan Cerita versi Aljazeera

Mahmoud ingin menjadi jurnalis, sama seperti ayahnya. Bertekad untuk berbagi kisah tanah airnya dengan dunia, remaja berusia 16 tahun, yang dikenal sebagai “Wael muda” bersama...

TERKINI DI DARIACEH.COM

Cut Nyak Dhien

Usianya terus menua. Menginjak 51 tahun ketika Umar syahid di Lhok Bubon 11 Februari 1899. Ia terus berjuang dengan sebilah rencong, meskipun mata rabun dan pinggangnya encok.