“Pada hakikatnya lebar antara nasib baik dan buruk itu hanya sebesar lubang mata jarum. Untuk itu manusia butuh seni. Alat seni terbaik itu ada di dada.”
***
Saat orang mulai terlelap, di sinilah kisahku berawal. Aku adalah seorang anak perempuan Raja yang baru beranjak usia 14 tahun. Saat dimana lembar pertama buku kehidupanku mulai bercerita sebagai perempuan dewasa. Cerita pahitnya adalah ketika para lelaki seolah ingin memperebutkanku sebagai kemenangan tahta duniawi. Sadar bahwa kekuatan syaitan kini bertambah untuk memperdayaiku. Bahkan hanya dengan menyentuh ujung bulu tubuhku.
Ikrarku adalah dihadapan Tuhanku untuk tidak tunduk pada tahta duniawi seperti itu. Aku tak butuh lelaki seperti Firaun. Membenci kegilaannya atas harta, kekuasaan dan penguasaannya terhadap perempuan. Membenci pernyataannya sebagai Tuhan. Aku tidak pula berharap Namrud. Pemuja berhala. Raja yang berpikir bisa membakar kesucian hati Ibrahim a.s.
Harapanku adalah dipinang seorang lelaki yang berkhidmat pada Tuhannya. Seperti Bilal bin Rabbah. Budak hitam dari Ethiopia yang setia pada janji-janji kebenaran yang diucapkannya.
Hidupku di Kesultanan Negeri Pahang, Semenanjung Malaka. Hal yang tidak aku sukai ialah manusia yang menipu diri mereka sendiri. Sekalipun hanya dalam hayalan. Apalagi kepada lelaki yang berteriak-teriak memanggil namaku dan Ayahku Sultan Abdul Ghafur. Adalah namanya Sultan Alau’ddin Syah II. Sultan Johor. Sultan yang teramat sangat berhasrat untuk mempersuntingku. Bahkan ia sudah datang menghadap Ayah saat hari pertama aku mengeluarkan darah nifas. Entah dari mana ia tau soal itu.
Berawal dari Sultan Alau’ddin Syah II yang datang bersama Raja Abdullah, sepupu Sultan Johor yang sesungguhnya adalah yang menjalankan pemerintahan Negeri Johor sebenarnya. Tentang Sultan Alau’ddin Syah II yang hanya sibuk bersenang-senang di atas tahta duniawinya. Raja yang bersekutu dengan Portugis karena bisa memukul mundur serangan prajurit Kerajaan Aceh yang pernah menguasai Semenanjung Malaka antara tahun 1540-1586 Masehi. Raja yang takut kalau Kerajaan Aceh kembali berkuasa atas Semenanjung Malaka. Raja yang takut tahta nafsunya akan runtuh. Raja yang telah melukai arwah para pendiri Johor. Arwah yang sebenarnya punya ikatan persaudaraan dengan Sultan di Kerajaan Aceh.
***