DARIACEH: Islam di Aceh pada abad pertama hijriyah dapat dilihat dari catatan Tionghoa.
I Tshing, seorang biksu Tionghoa pernah menumpang kapal orang-orang Po-ssu pada tahun 672 Masehi. Itu adalah masa 40 tahun setelah hijrah Nabi s.a.w ke Madinah. Po-ssu adalah nama lain dari Persi.
I Tsing waktu itu hendak ke India. Dikutip dari buku Aceh Sepanjang Abad, karya H. Mohammad Said, I Tsing menumpang kapal Po-ssu dari Canton. Dalam perjalanannya, kapal itu melewati Selat Malaka dan singgah di O-shen. O-shen ini menurut I Tsing adalah pelabuhan Aceh.
Bukan tanpa alasan kapal Po-ssu singgah di O-shen. Di dataran O-shen, menurut I Tsing telah bermukim orang-orang Arab di Aceh (Tashi). Groeneveldt juga mengungkapkan tentang keberadaan orang-orang (Tashi).
Tashi adalah istilah dari orang-orang Tionghoa.
Baca juga: Cari Tau Yuk! Penyebab Orang Aceh Bermigrasi ke Yan Malaysia
Orang-orang Tashi adalah pemeluk agama Islam. Sama seperti orang Po-ssu. Keberadaan mereka di O-shen (Aceh) karena hendak menyerang Holing. Negeri kaya yang makmur pada waktu itu.
Jumlahnya tentu sangat besar. Keberadaan orang-orang Tashi inilah yang telah menambah keyakinan kita bahwa Islam telah masuk ke Aceh sejak awal abad pertama hijriyah.
Kabar dari I Tsing dan Groenevelt ini telah memantik rasa ingin tau dari Kolonel G.E Gerini. Ia adalah penulis buku Reserches on Ptolemy ‘s Geography of Eastern Asia yang terbit di London.
G.E Gerini mengungkapkan bahwa Selat Malaka merupakan jalur pelayaran strategis. Karena itulah banyak kapal asing memutuskan singgah sini. Apalagi bila sedang terjadi angin kencang dan badai di laut lepas.
Orang-orang Po-ssu memilih O-shen (pelabuhan Aceh) karena merupakan pilihan terbaik saat itu. Terlebih ia dekat dengan pulau-pulau Nikobar.
Orang-orang Tashi ini juga mempunyai hubungan dengan Ratu Sima yang terletak di Aceh.
Baca juga: Beda Orang Aceh di Malaysia Dulu dan Kini
Berkembang Pesat Abad XIV Masehi
Leur J. C. van, penulis Indonesian Trade and Society mengungkapkan, peradaban Indonesia sebenarnya banyak ditempa oleh Islam.
Leur lalu mendukung pendapat Groeneveldt. Tetapi ia punya pendapat lain soal perkembangan Islam yang lebih pesat di Aceh. Wider influence menurut Leur, baru tercapai pada abad XIV Masehi.
Hal ini bisa dilihat dari batu-batu nisan yang bertarikh dari tahun 1039-1082.
T.W Arnold, penulis The Preaching of Islam yang terbit di London juga mengemukan hal serupa.
Menurut Arnold, dari catatan orang Tionghoa, orang-orang Arab sudah mengelapai sendiri pemukiman mereka di barat pula Sumatera (Aceh). Tetapi pulau Sumatera pada waktu itu belum ada dalam peta ahli geografi Arab sebelum abad IX.