DARIACEH: Utbah ibn Rabi’ah, seorang pemimpin berpengaruh Quraisy tiba-tiba saja membekap mulut Nabi Muhammad Saw. Ia lalu tertatih-tatih segera pulang ke kaumnya. Setelah tiba, orang-orang Quraisy bertanya, “Bagaimana negosiasimu dengan Muhammad?” Utbah berkata, “Aku membawa kata yang sangat indah. Bukan syair, sihir, apalagi mantra dukun.”
Utbah membuka pertemuannya dengan memanggil Rasulullah Saw. ‘keponakanku.’ Ia memuji Nabi dengan nasabnya yang amat luhur dan keluarganya yang terpandang.
Ia datang ke tempat Nabi, dan beliau menerimanya dengan sangat baik. Nabi mendengar tawaran Utbah yang mendapat lakap Abul Walid itu dengan tenang.
Ibnu Hisyam menceritakan kisah Nabi Muhammad Saw. ini dari Ibnu Ishaq.
Utbah berkata, “Wahai keponakanku, jika yang engkau bawa itu untuk harta, kami akan mengumpulkan seluruh harta kami untuk kami serahkan kepadamu agar engkau menjadi orang yang paling kaya diantara kami. Jika engkau menginginkan kemuliaan, kami akan menjadikanmu pemimpin, dimana kami tidak akan berani memutuskan suatu perkara tanpa restumu. Jikau engkau menginginkan kerajaan, maka kami bersedia mengangkatmu menjadi raja. Dan jika yang datang padamu ini (wahyu) adalah gangguan jin, maka kami akan mencari tabib terbaik. Kami bersedia menghabiskan harta kami untuk membayar tabib tersebut sampai engkau terlepas dari gangguan jin.”
Mendengar tawaran Utbah, lalu Nabi bersabda, “Apakah engkau sudah selesai bicara wahai Abul Walid?”
“Iya…” jawabnya.
“Kalau begitu dengarkanlah apa yang kusampaikan ini…” Sabda Rasulullah Saw.
Nabi Saw. lalu mentilawahkan QS. Fushshilat, ayat 1-6.
Beliau terus membaca ayat-ayat Allah Swt. di depan Utbah. Hingga sampai pada firman, “Jika mereka berpaling, maka katakanlah, ‘Aku telah memperingatkanmu dengan petir, seperti petir yang menimpa kaum ‘Ad dan kaum ‘Tsamud.” QS. Fushshilat, ayat 13.
Namun, tiba-tiba saja Abul Walid membekap mulut Rasulullah Saw. Ia sangat takut dengan ancaman yang terdapat dalam ayat itu.
Utbah Kembali ke Orang Quraisy
Lalu Utbah pulang menghadap kaumnya. “Apa yang engkau bawa wahai Abul Walid?”
Ia menjawab, “Aku membawa sebuah ucapan yang sangat indah dan belum pernah aku dengar. Bukan syair, sihir, apalagi mantra dukun.”
“Wahai orang-orang Quraisy, patuhilah aku. Biarkan lelaki itu (Muhammad) dengan apa yang sedang ia lakukan. Jangan ganggu ia. Sungguh di dalam kata-kata yang aku dengar tadi terdapat berita yang sangat agung.”
Mendengar ucapan Utbah tadi, orang-orang berkata, “Demi tuhan, sungguh Muhammad telah menyihirmu dengan ucapannya.”
Utbah menjawab, “Itu pendapatku. Kalian boleh saja mempunyai pendapat yang berbeda.”
Ditawari Perempuan Perawan Tercantik
Meskipun Abul Walid telah gagal, ternyata orang-orang Quraisy belum menyerah menawarkan Rasulullah Saw. harta dan kehormatan. Bahkan kali ini Al-Walid ibn Mughirah dan Ash ibn Wail menawarkan Nabi Saw. seorang perempuan perawan paling cantik dari kalangan orang Quraisy.
Rasulullah Saw. tegas menolak tawaran itu. Selanjutnya kaum musyrik berusaha menawarkan hal yang lain kepada beliau.
Orang-orang Quraisy berkata, “Kalau begitu bagaimana jika kamu menyembah tuhan-tuhan kami sekali dan kami menyembah Tuhanmu sekali.”
Rasulullah Saw. kembali menolak tawaran aneh itu. Tidak lama kemudian turun QS. Al-Kafirun, ayat 1-6.
Istana dan Emas
Meskipun utusan-utusan orang-orang Quraisy telah gagal, kali ini mereka kembali datang beramai-ramai kepada Rasulullah Saw.
Mereka lalu memberikan penawaran seperti yang pernah ditawarkan Utbah ibn Rabi’ah. Nabi Muhammad Saw. kembali menolak dengan tegas tawaran orang-orang musyrik itu.
Selanjutnya mereka kembali berkata kepada Rasulullah agar meminta kepada Allah Swt. untuk membangkitkan para leluhur kaum Quraisy, salah satunya Qusayy ibn Khilab agar mereka bisa bertanya kepadanya. Mereka juga menantang Rasulullah Saw. agar meminta kepada Allah Swt. untuk membuatkannya istana-istana dan berbagai benda yang terbuat dari emas.
Nabi Muhammad Saw. kemudian bersabda kepada orang-orang musyrik, “Aku tidak akan melakukan (itu semua) dan aku bukan orang yang meminta kepada Tuahnku semua itu.”
Bukan Negosiasi Kekuasan
Kisah Nabi Muhammad Saw. tersebut mengingatkan kita betapa beliau tidak membangun negosiasi dengan landasan kekuasaan, harta, apalagi perempuan.
Lalu bagaimana dinamika negosiasi politik di negara-negara dunia saat ini? Terutama negara-negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam? Atau bahkan pemimpin di sekeliling kita?
Apakah para politisi dan pemimpin di negara-negara dunia saat ini yakin tidak melakukan negosiasi politik atas dasar kekuasaan dan kepentingan ekonomi? Atau bahkan melibatkan perempuan sebagai salah satu alat negosiasi?
Syekh Dr. Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthi, pengarang Kitab Fiqh Sirah Nabawiyah mengemukan bahwa Allah Swt. ingin sejarah berbicara sendiri untuk menunjukkan kebohongan orang-orang sesat yang dari waktu ke waktu yang menyebarkan keraguan dan gawz al-fikr.
Mereka tidak pernah menemukan cara jitu menyerang Islam. Akhirnya hanya menutup mata atas kebenaran, sambil meyakinkan diri bahwa motivasi dakwah Nabi Muhammad Saw. untuk mengejar kekuasaan.
Sudah sejak dulu Allah Swt. mempermalukan orang-orang seperti itu. Orang seperti Utbah ibn Rabi’ah mengira motivasi dakwah Rasulullah Saw. adalah harta dan kehormatan. Tetapi beliau sama sekali tidak tertarik.
Nabi Saw. bersabda, “Aku sama sekali tidak menderita (kesurupan) seperti yang kalian katakan. Aku berdakwah kepada kalian bukan untuk mengejar harta, kehormatan, dan kekuasaan. Allah telah mengutuskanku sebagai Rasul bagi kalian. Dia telah menurunkan kitab-Nya kepadaku. Memerintahkanku sebagai pembawa kabar gembira dan peringatan. Akupun menyampaikan semua risalah dari Tuahanku dan kunasehati kalian. Jika kalian menerima yang aku sampaikan, maka itulah bagian kalian di dunia dan akhirat. Akan tetapi jika kalian menentang apa yang aku bawa itu, maka aku bersabar dengan ketetapan Allah. Sampai Allah menetapkan hukum atas diriku dan diri kalian.”
BERITA LAINNYA
- Asbabun Nuzul Surat Al-Falaq & An-Naas: Ketika Nabi Disihir Yahudi
- Kisah Nabi Muhammad Menerima Wahyu, Menggetarnya Sikap Khadijah